Fiqh Siyasah Karakteristik Pemikiran Politik Islam Periode Klasik, Pertegahan, dan Modern
Fiqh Siyasah Karakteristik Pemikiran Politik Islam Periode Klasik, Pertegahan, dan Modern
MAKALAH
Karakteristik
Pemikiran Politik Islam pada
Periode Klasik,
Pertengahan, dan Modern
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Fiqh
Siyasah
Dosen Pengampu: Alfa Syahriar, Lc. M.Sy.
Disusun Oleh :
Nailus
Syarifah (141410000406)
AL-AHWAL AL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDHLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2016
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW beserta keluarganya dan
para sahabatnya.
Rasa terima kasih pula penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah
Fiqh Siyasah, Bapak Alfa Syahriar, Lc. M.Sy. yang senantiasa membimbing, mengarahkan serta memberikan
ilmunya .
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fiqh Siyasah pada semester ini yang berjudul “Karakteristik
Pemikiran Politik Islam pada Periode Klasik, Pertengahan, dan Modern ”. Penulis berharap
makalah ini dapat memberikan suatu dampak positif bagi kita semua.
Makalah ini ditulis berdasarkan dari hasil penyusunan
data-data yang penulis peroleh dari mereferensi buku-buku, serta sumber lain
yang membahas tentang Karakteristik
Pemikiran Politik Islam pada Periode Klasik, Pertengahan, dan Modern. Penyusun
berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua khususnya
dalam menambah wawasan kita dalam mengenal Karakteristik
Pemikiran Politik Islam pada Periode Klasik, Pertengahan, dan Modern.
Makalah ini memang jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan arah yang lebih baik.
Jepara, 28 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
....................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................... ii
A.
Pendahuluan ..................................................................................... 1
1.
Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
2.
Rumusan Masalah...................................................................... 1
3.
Tujuan Penulisan ....................................................................... 1
B.
Pembahasan ...................................................................................... 2
1. Karakteristik Pemikiran Politik Islam ......................................... 2
a. Periode Klasik ......................................................................... 2
b. Periode Pertengahan .............................................................. 3
c. Periode Modern ..................................................................... 5
2. Pola Pemikiran Politik Islam yang Ideal .................................... 7
C.
Penutup............................................................................................. 9
Daftar Pustaka......................................................................................... 10
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama Rahmatal
lil ‘Alamin yaitu rahmat bagi semesta alam yang di dalamnya tidak akan
pernah ada kesulitan, karena Allah telah mengatur semua yang ada di bumi ini
untuk manusia. Dalam politik Islam, tentunya akan ada pemikiran-pemikiran yang
membuat masa kepemimpinanya semakin kuat dan lama. Maka untuk itu dalam sejarah
politik Islam selama ini, terdapat beberapa kenyataan yang menjadikan politik
itu berhasil dan gagal, ciri-ciri yang khas dari masing-masing periode serta
tokoh-tokoh yang muncul dalam periode tersebut. Oleh sebab itu, penulis akan
menyusun tentang karakteristik pemikiran politik Islam pada periode klasik, pertengahan, dan modern serta pola pemikiran politik Islam yang ideal.
2.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana Karakteristik
Pemikiran Politik Islam pada Periode Klasik, Pertengahan, dan Modern?
b.
Bagaimana Pola Pemikiran Politik Islam yang Ideal?
3.
Tujuan Penulisan
a.
Untuk Mengetahui Karakteristik Pemikiran Politik Islam Klasik, Pertengahan,
dan Modern.
b.
Untuk Mengetahui Pola Pemikiran Politik Islam yang Ideal.
B.
PEMBAHASAN
1.
Karakteristik Pemikiran Politik Islam
Pemikiran politik Islam berkembang secara luas tak lain
karena berbagai peristiwa penting sejak Rasulullah hijrah ke Madinah. Piagam Madinah
merupakan kontrak Rasulullah bersama komunitas Madinah, yang berbeda-beda suku
dan agama untuk membangun Madinah dalam pluralitas. Piagam Madinah menjadi
konstitusi pertama yang secara brilian mampu menempatkan perbedaan suku dan
agama dinaungi dalam perjanjian bersama (Syarif dan Zada, 2008 : 26).
Setelah wafatnya Rasulullah Saw, muncul peristiwa
penting, yakni pertemuan antara kelompok Anshar dan Muhajirin yang membicarakan
siapa pengganti Rasulullah di Saqifah Bani sa’idah.
Proses pergantian kekuasaan yang tidak sama di
masing-masing periode kekuasaan (Saebani, Beni Ahmad, 2007: 213-219). (Abu
Bakar dipilih dengan jalan musyawarah terbatas antara kelompok Anshar dan
Muhajirin, Umar ditunjuk oleh Abu Bakar Siddiq, Utsman bin Affan menjadi khalifah
berdasarkan musyawarah tim formatur, dan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah
dalam situasi politik yang terpecah-pecah dan hanya dibaiat oleh sebagian kelompok
umat Islam). Pemikiran politik Islam terbagi dalam tiga periode besar, yakni:
a.
Periode Klasik
Periode klasik berlangsung sejak abad ke-7 hingga abad
ke-13 (1258 M). Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi, dan keemasan
Islam. Ada beberapa ciri yang menonjol dari pemikiran politik Islam di zaman
klasik. Pertama, adanya pengaruh alam
pikiran Yunani, terutama pandangan Plato tentang asal-usul negara. Kedua, pemikiran politik yang
berkembang lebih banyak berpijak pada kondisi real (realistik) sosial-politik (Syarif
dan Zada, 2008 : 30-31).
Para intelektual yang muncul di periode klasik ini adalah
(Syarif dan Zada, 2008 : 30) :
1.
Ibn Abi Rabi’ (833-842 M) yang menulis Suluk
al-Malik fi Tadbir al-Mamalik (Perilaku Raja dalam Pengelolaan
Kerajaan-Kerajaan).
2.
Al-Farabi (870-950 M) yang menulis Ara
Ahl al-Madinah al-Fadhilah (Pandangan-Pandangan Para Penghuni Negara
Utama), Tahshil al-Saa’dah (Jalan
Mencapai Kebahagiaan), dan Al-Siyasah al-Madaniyah
(Politik Kenegaraan).
3.
Al-Mawardi (975-1059 M) yang menulis Al-Ahkam
al-Sulthaniyah fi al-Wilayah al-Diniyah ( Peraturan-Peraturan
Pemerintahan).
4.
Al-Ghazali (1058-1111 M) menulis Ihya
Ulum al-Din (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama), Al-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Mulk (Batangan Logam Mulia tentang
Nasihat untuk Raja), Al-Iqtishad fi
al-I’tiqad (Moderasi dalam Keperayaan), dan Kimiya-yi Sa’adah.
Ibn Abi Rabi’
menekankan kepatuhan mutlak rakyat kepada khalifah. Al-Ghazali justru
mementingkan untuk melakukan kritik terhadap pengusaha yang apabila berbuat
kesalahan dalam buku Al-Tibr al-Masbuk fi
Nashihah al-Mulk. Al-Farabi justru berpijak pada paradigma idealistik,
utopian dan cenderung tidak realistik.
b.
Periode Pertengahan
Periode pertengahan yang berlangsung sejak abad ke-14
hingga abad ke-19 (periode kejatuhan Abbasiyah hingga zaman kolonialisme). Periode
pertengahan dibagi dalam dua masa, yaitu masa kemunduran pertama dan masa tiga
kerajaan besar (Usmani di Turki, Safawi di Persia, dan Mughal di India). Sementara
di luar dunia Islam, ada ancaman dari negara-negara Barat yang sudah mulai
bangkit dari kegelapannya. Para pemikir politik Islam pada periode ini
mencerminkan kecenderungan responsif-realis terhadap kejatuhan dunia Islam. Beberapa
intelektual yang muncul pada periode pertengahan, yaitu:
1.
Ibn Taimiyah (1263-1328 M) yang menulis al-Siyasah
al-Syar’iyah fi Ishlah al-Ra’i wa al-Ra’iyah (Politik yang Berdasarkan
Syari’ah bagi Perbaikan Penguasa dan Rakyat), Majmu’ al-Fatawa (Kompilasi Fatwa-Fatwa), dan Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah fi Naqd al-Syi’ah wa al-Qadariyah (Metode
Kenabian dalam Mengkritik Syi’ah dan Qadariyah).
Ibn Taimiyah mewakili kecenderungan terbentuknya pemerintahan yang didasarkan
atas hukum Tuhan (siyasah syar’iyah).
2.
Ibn Khaldun (1332-1406 M) yang menulis Muqaddimah.
Ibn Khaldun mewakili kecenderungan sosiologis dalam mengemukakan pemikiran
politiknya, terutama tentang pembahasan teori solidaritas kelompok (ashabiyyah).
3.
Syah Waliyullah al-Dahlawi (1702-1762 M).
Ibn Taimiyah
beranggapan bahwa kebobrokan umat disebabkan oleh kebobrokan para pemimpin dan
kurang tepatnya para pemimpin memilih wakil dan pembantunya. Oleh karena itu,
ia menyajikan suatu model pemerintahan Islam bahwa umat hanya mungkin diatur
dengan baik oleh pemerintah yang baik (Syarif dan Zada, 2008 : 36) .
Pemikiran politik Ibn Taimiyah bertumpu pada dua hal,
yakni al-amanah (kejujuran) dan al-quwwah (kekuatan) sebagai syarat
mutlak kepala negara. Menurut Ibn Khaldun, manusia tidak bisa hidup tanpa
adanya organisasi kemasyarakatan dan tanpa kerjasama dengan sesama manusia
untuk memenuhi kebutuhannya. Syah Waliyullah merupakan satu-satunya pemikir
muslim yang mengungkapkan konsep hukum moral alami sebagaimana kelak membentuk
pemikiran moral Eropa antara abad ke-13 dan abad ke-18.
c.
Periode Modern
Periode modern yang berlangsung sejak abad ke-19
(kolonialisme) hingga sekarang. Periode modern ditandai kolonialisme yang
melanda negeri-negeri muslim (Syarif dan Zada, 2008: 39). Ada tiga hal yang
melatarbelakangi pemikiran Islam modern atau kontemporer. Pertama, kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh
faktor-faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan
dan pemurnian. Kedua, rongrongan
Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan wilayah dunia Islam yang berakhir
dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara Barat atas sebagian besar
wilayah dunia Islam dan berkembangnya di kalangan umat Islam semangat
permusuhan dan sikap anti-Barat. Ketiga, keunggulan
Barat dalam bidang ilmu, teknologi, dan organisasi.
Kelompok pertama memiliki pandangan bahwa agama dan
politik adalah menyatu, tak terpisahkan. Kelompok ini diwakili oleh:
1.
Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M) yang menulis Al-Khilafah wa al-Imamah al-Uzhma (Kekhalifahan atau Kepemimpinan
Agung) dan tafsir Al-Manar.
2.
Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna
(1906-1949 M) pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin.
3.
Abu al-A’la al-Maududi (1903-1979 M) yang menulis Al-Khilafah wal Mulk (Khilafah dan Kerajaan) dan Islamic Law and Constitution. Ia juga
pendiri gerakan Jama’at Islami di Pakistan.
4.
Sayyid Quthb (1906-1966 M) ideolog gerakan Ikhwanul Muslimin yang menulis Al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Islam (Keadilan
Sosial dalam Islam) dan Ma’alim al-Thariq
(Petunjuk Jalan).
5.
Imam Khomeini (1900-1989 M) pemimpin Revolusi Islam Iran 1979 dan penggagas
konsep wilayatul faqih yang menulis Hokumat-i Islami (Sistem Pemerintahan
Islam).
Kelompok kedua memiliki pandangan bahwa agama dengan
politik melakukan simbiosis atau hubungan timbal balik yang saling bergantung. Para
pemikir ini menunjukkan garis pemikiran politik yang moderat dengan tidak
mengabaikan pentingnya negara dengan agama. Kelompok ini diwakili oleh:
1.
Muhammad Abduh (1849-1905 M) tokoh pembaharu Mesir.
2.
Muhammad Iqbal (1873-1938 M) bapak pendiri negara Pakistan.
3.
Muhammad Husain Haikal (1888-1945 M) yang menulis Hayatu Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), Fi Manzil al-Wahyi (Kedudukan
Wahyu), Al-Humumat al-Islamiyat (Pemerintahan
Islam).
4.
Fazlur Rahman (1919-1988 M) bapak pembaharu Pakistan yang menulis Islam, Islam dan Modernity dan Major Themes of the Qur’an.
Kelompok ketiga memiliki pandangan bahwa agama harus dipisahkan dengan
negara dengan argument Nabi Muhammad Saw tidak pernah memerintahkan untuk
mendirikan negara. Terbentuknya negara dalam masa awal Islam hanya faktor
alamiah dan historis dalam kehidupan masyarakat, sehingga tidak perlu umat
Islam mendirikan negara Islam atau khilafah Islamiyah. Kelompok ini diwakili
oleh:
1. Ali Abd al-Raziq (1888-1966 M) yang
menulis Al-Islam wa Ushul al-Hukm: Ba’ts
fi al-Khilafah wa al-Hukumah fi al-Islam (Islam dan Pemerintahan: Kajian
tentang Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam).
2. Thaha Husein (1889-1973 M) yang
menulis Mustaqbal al-Tsaqafah fi Mishr (Masa
Depan Kebudayaan Mesir).
3. Mustafa Kemal Attaturk (1881-1938 M)
pendiri Republik Turki modern.
2.
Pola Pemikiran Politik Islam yang Ideal
Negara
adalah organisasi teritorial suatu
(beberapa) bangsa yang mempunyai kedaulatan (Syafe’i, 2012: 59). Negara Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
totalitas Islam, dan merupakan ciri khas yang membedakan dari negara lainnya.
Menurut Abdul A’la Al-Maududi bahwa ciri-ciri
pemerintahan Islam itu adalah:
a.
Kepala negara secara suka rela tunduk kepada Tuhan semesta alam.
b.
Kekuasaan dan kedaulatan hukum sepenuhnya milik Allah.
c.
Pembentukan, pergantian, dan pelaksanaan pemerintahan Islam harus sesuai
dengan pendapat rakyat.
d.
Negara berdasarkan prinsip-prinsip syari’at Islam.
e.
Negara berdiri atas dasar ideologi semata, tidak atas dasar ikatan
f.
Semangat yang menjiwai negara ialah yang mengikuti akhlak serta menjalankan
segala urusan kehidupan berdasarkan takwa kepada Allah
g.
Negara bertugas menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dan melaksanakan
keadilan sosial.
h.
Nilai-nilai asasi negara ialah persamaan hak, kedudukan kesempatan serta
pelaksanaan undang-undang, saling tolong menolong dalam ketakwaan dan kebaikan
serta kesadaran akan tanggung jawab di hadapan Allah.
i.
Menjalin hubungan keseimbangan antara individu dan negara dalam sistem ini,
sehingga tidak berbuat apa-apa.
Politik menurut Ibnu Aqil adalah suatu
perbuatan yang bila dilakukan oleh manusia yang hasilnya lebih dekat kepada
perbaikan dan lebih jauh dari kerusakan, sekalipun tidak ditetapkan oleh
Rasulullah dan tidak ada nash-nya (Khaliq, 2005: 106). Prinsip-prinsip utama
konstitusional dalam Islam menurut sebagian ulama kontemporer dari para ahli
fikih syariat adalah tidak zalim, adil, musyawarah, dan persamaan (Khaliq,
2005: 1).
Prinsip-prinsip dan ketetapan-ketetapan hukum (Tanthawi, 1997: 60) adalah
penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada penguasa untuk melaksanakan amanatnya;
rakyat taat kepada ulil amri
(pemimpin), yaitu orang-orang yang mampu menciptakan ketenangan masyarakat.
Dalam perspektif pemikiran politik Islam, kehidupan politik yang dibangun oleh
para pemimpin Islam adalah berkaitan dengan beberapa karakteristik dan otoritas
kekuasaan seorang penguasa negara, dan sanksi hukum terhadap penyalahgunaan otoritas
kekuasaan.
Sistem yang dibangun oleh Rasulullah dan kaum mukminin
yang hidup bersama beliau di Madinah. Jika dilihat dari segi praksis dan di
ukur dengan variabel-variabel politik di era modern, tidak diasingkan lagi
bahwa dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem politik par excellence (Rais, 2001: 4).
Dengan demikin pola pemikiran politik yang ideal dapat
digunakan dalam pemerintahan Islam maupun pemerintahan yang demokratis adalah responsif-realis
yang terjadi pada periode pertengahan, yang mengandung arti yang telah
dikemukakan oleh Ibn Taimiyah bahwa apabila pemerintahnya itu baik, maka
rakyatnya pun baik atau sebaliknya. Maka untuk itu, seorang pemimpin khususnya
pemimpin Islam harus memiliki ciri-ciri dan prinsip-prinsip seorang pemimpin
Islam, agar tercipta kedamaian, ketertiban dan kesejahteraan diantara rakyat
dan penguasa. Seorang pemimpin harus dapat memegang amanat yang diberikan
rakyat kepadanya. Pemimpin juga harus adil dalam memberikan suatu keputusan
apakah itu baik atau buruk untuk rakyat. Pemimpin Islam juga harus menjalankan
syari’at Islam sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits.
C.
PENUTUP
Dalam sejarah karakteristik
pemikiran politik Islam pada periode klasik, pertengahan, dan modern, penulis
akan membuat kesimpulan, bahwa:
1.
Karakteristik pada 3 periode masing-masing berbeda, yaitu:
a.
Pada periode klasik (abad ke-7 sampai ke-13), merupakan masa ekspansi,
integrasi, dan keemasan Islam. Dengan beberapa ciri yang menonjol adalah adanya
pengaruh alam pikiran Yunani dan politik yang berpijak pada kondisi real
(realistik) sosial-politik. Tokonya yaitu Ibn Abi Rabi’, Al-Farabi, Al-Mawardi, dan Al-Ghazali.
b.
Pada periode pertengahan (abad ke-14 sampai ke-19), merupakan hancurnya dinasti
Abbasiyah di tangan tentara Mongol 1258 M dan ancaman bangsa Barat. Dengan ciri
yang menonjol, yaitu kecenderungan responsif-realis. Tokonya yaitu Ibn
Taimiyah, Ibn Khaldun, dan Syah Waliyullah al-Dahlawi.
c.
Pada periode modern (abad ke-19 sampai sekarang), merupakan periode yang
ditandai kolonialisme, dengan dilatarbelakangi kemunduran dan kerapuhan dunia
Islam, rongrongan bangsa Barat, dan keunggulan Barat. Dengan beberapa ciri yang
menonjol adalah menyatu, tak terpisahkan, agama dan politik merupakan simbiosis
serta sekulerisme. Tokohnya yaitu Muhammad Rasyid Ridha, Hasan bin Ahmad bin
Abdurrahman Al-Banna, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Muhammad Husain Haikal, Fazlur
Rahman, Ali Abd al-Raziq, Thaha Husein, dan Mustafa Kemal Attaturk.
2.
Pola pemikiran politik Islam yang ideal menurut penulis adalah
responsif-realis yang terjadi pada periode pertengahan yang merupakan pola
pemikiran politik Islam yang apabila pemerintahnya itu baik, maka rakyatnya pun
baik atau sebaliknya.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila ada
yang kurang mohon diberikan kritik dan saran, agar lebih baiknya pembuatan
karya ilmiah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Khaliq, Farid Abdul. 2005. Fikih Politik Islam. Jakarta: Amzah.
Rais, M. Dhiauddin. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Saebani, Beni Ahmad. 2007. Fiqih Siyasah Pengantar Ilmu Politik Islam. Band ung: Pustaka
Setia.
Syafe’i, Zakaria. 2012. Negara Dalam Perspektif Islam Fiqih Siyasah. Jakarta: Hartomo Media
Pustaka.
Syarif, Mujar Ibnu dan Zada, Khamami. 2008. Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam.
Jakarta: Erlangga.
Tanthawi, Muhammad, dkk. 1997. Problematika Pemikiran Muslim Sebuah Analisis Syar’iyah.
Yogyakarta: Adi Wacana.
Komentar
Posting Komentar