Biografi Imam Ghazali dan pemikiran filsafatnya
BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI
BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI
Imam
Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali.
Dilahirkan di kota Tus, kota di negeri Khurasan. Gurunya antara lain
Al-Juwaini. Jabatan yang pernah dipegangnya ialah mengajar disekolah Nizamiyah
Baghdad.
Al-Ghazali
adalah seorang ahli pikir Islam terkenal dan paling banyak pengaruhnya. Kegiatan
ilmiyahnya meliputi berbagai-bagai lapangan, antara lain logika, jadal (ilmu berdebat),
fikih dan ushulnya, ilmu kalam dan tasawuf. Kitab-kitab yang dikarangnya banyak
sekali, berbahasa Arab danPersi.
Hidupnya
tidak mengalami ketenangan batin, karena semua jalan yang ditempuhnya untuk mencari
kebenaran (Tuhan) tidak ada yang memuaskan baginya dan akhirnya ia sampai kepada
Tasawuf, sebagai satu-satunya jalan mencari dan mengabdikan diri kepada Tuhan.
Karena banyak kontra diksi dalam pikiran-pikirannya, maka sukar menentukan pendirian
yang sebenarnya.
Kedudukan
Al-Ghazali dalam aliran Asy’ariyah sangat penting, karena ia telah meninjau semua
persoalan yang telah ada dan memberikan pendapat-pendapatnya yang hingga kini masih
dipegangi ulama-ulama Islam, yang karenannya ia mendapat gelar Hujjatul Islam
(“Tokoh Islam”).
Beberapa
kitabnya berisi pernyataan tidak simpatik terhadap ilmu kalam. Ia mengatakan bahwa
pembicaraan Mutakallimin didasarkan atas alasan-alasan yang datangnnya dari lawannya
atau diambil dari nas Qur’an dan hadis semata-mata. Ilmu kalam tidak lain sifatnya
sebagai obat, yang meskipun berguna untuk sesuatu penyakit, namun belum tentu berguna bagi penyakit lainnya,
malah dapat berbahaya. Dalam Ihya Ulum ad-Din,1:29, lebih jelas lagi perkataannya,
yaitu bahwa ilmu tentang Allah, sifat-sifat dan dan perbuatan-Nya tidak bisa dicapai
dengan ilmu kalam, bahkan ilmu ini bisa menghalang-halanginya. Apalagi sebagian
ilmu kalam tidak lagi membicarakan hal-hal yang bertalian dengan agama dan yang
tidak pernah disinggung oleh masa-masa permulaan Islam.
Akan
tetapi rupanya pertanyaan tersebut tidak mencerminkan pendiriannya yang
terakhir, karena dalam kitabnya Ar-Risalah Ad-Diniyyah, ia mengakui bahwa ilmu Tauhid
adalah ilmu yang termulia dan terpenting yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Bagaimanpun
juga sikap Al-Ghazali tehadap ilmu kalam, namun ia masih tetap setia kepad apokok-pokok
persoalan yang pernah dibahas oleh Al-Asy’ari, di samping memperluas dan memperdalam
lapangan pembicaraanny dan memperbaharui metodenya.
Dalam
soal metode ia menggunakan logika Aristotelis dan ia adalah orang yang
pertama-tama mempergunakannya, meskipun Al-Juwaini sebelum dia, telah membuka jalan
ke arah itu. Metode yang baru ini Nampak jelas dalam kitab-kitabnya:
-
Tahafut
al-Falasifah (“Keruntuhan Filosof-Filosof”)
-
Ar-Ra’du
‘alalBatiniyyah (“ Membalas / Menentang Aliran Bati”)
-
Al-Iqtishad fi
ilmi al-I’tiqad (“ Jalan Tengah dalam Ilmu Kepercayaan”)
-
Al-Risalah
al-Qudsiyyah (“ Risalah yang Dikarang di Kota Quds”).
Karena
pemikiran atau penyelidikanya bebas luas, lebih tepat kalau dikatakan bahwa ia bukan
pengikut Asy’ariyah atau aliran lainnya. Kerena itu, meskipun ia sering-sering cocok
pendirian/pendapatnya dengan Asy’ari, namun ia sering-sering juga berbeda dengannya.
Ia mencela keras taklid buta dan ekses kefanatikannya yang sering-sering menimbulkan
tuduhan telah menjadi kafir terhadap orang lain yang berbeda pendirian. Sikap
Al-Ghazali ini dikemukakan dalam kitabnya Faisal at-Tafriqah baina al-Islam
waz-Zandaqah (“Wasit Pemisah antara Islam dan Aliran Tak Bersentuhan”).Karena sikapnya
yaitu pengikut-pengikut aliran Asy-ariyah sering-sering menuduhnya telah keluar
dari agama.
Komentar
Posting Komentar